Perkebunan Teh Gambung |
Sedikit asing dengan nama daerah ini, karena saya tahunya
Gombong yang ada di Kebumen. Kesempatan berkunjung ke sini karena ada pekerjaan yang mengharuskan saya datang ke Gambung, beberapa waktu lalu. Ternyata, Gambung ini berada di Kabupaten Bandung,
yang jaraknya kurang dari 2 jam dari kota Bandung. Berada di wilayah Ciwidey,
Gambung berhawa sejuk dan cocok untuk “niis”. Suasananya pun sangat
menenangkan. Rupanya, bukan hanya sejuk dan sepi, Gambung adalah salah satu
tempat bersejarah di wilayah Priangan.
Ya, Gambung merupakan tempat komoditas teh
dan kina terbaik yang ada di Wilayah Priangan. Tempat ini pun dulunya merupakan
tempat tinggal Rudolf Eduard Kerkhoven (anak dari Rudolf Karel Kerkhoven).
Siapakah R.E. Kerkhoven ini? Ternyata, R.E. Kerkhoven adalah
salah satu dari Preanger Planters yang termashur di wilayah Priangan. Preanger
Planters sendiri adalah sebutan untuk orang-orang Belanda yang memajukan
wilayah Priangan, karena kontribusi mereka dalam bidang ekonomi, sosial bahkan
seni budaya. Beberapa nama Preanger Planters yang termasyhur diantaranya R.E.
Kerkhoven, Karel. Albert. Rudolf (K.A.R.) Bosscha, Van der Hucht, Adrianus de
Wilde, Karel Frederick Holle, John Henry van Blommstein, Franz Wilhelm
Junghuhn, dan lain-lain.
Umumnya, mereka adalah bangsawan Belanda yang menjalankan
usaha perkebunan, kebanyakan teh di beberapa daerah wilayah Priangan, seperti
Ciwidey, Pangalengan, Garut, Bogor dan lain-lain. Hasil perkebunan memang
menjadi salah satu komoditas yang menarik bagi Belanda untuk kemudian dijual di
wilayah Eropa. Pasalnya, beberapa negara di Eropa seperti Inggris memiliki
tradisi minum teh.
Para Preanger Planters yang tersebar di wilayah Priangan,
datang ke tanah Sunda dengan berbagai macam alasan. Mereka datang sejak masa
Belanda mendirikan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Pasca VOC sebagai
perusahaan dagang yang didirikan pemerintahan Belanda bangkrut, beberapa areal
perkebunan kopi dan teh menjadi terbengkalai. Maka, pengelolaannya diserahkan
ke swasta/perorangan yakni keluarga para Preanger Planters ini. Salah satunya
yang berlokasi di Gambung - Pasir Jambu - Ciwidey.
R.E. Kerkhoven, datang ke Jawa dalam kondisi belum memiliki
pengalaman tentang pengelolaan perkebunan tahun 1870. Ia pun belajar
pengelolaan perkebunan ke pamannya yang menguasai perkebunan teh Waspada di
Garut, keluarga Holle. Setelah itu, ia mulai membuka lahan perkebunan teh di
Gambung, Pasir Jambu, Ciwidey tahun 1873. Lahan ini awalnya perkebunan kopi
milik pemerintah kolonial Belanda yang terbengkalai.
Meski sulit, Kerkhoven tetap berusaha meankan usaha
perkebunan the di Gambung. Tak seperti bangsawan-bangsawan Belanda yang selalu
bermewah-mewahan atau nongkrong di pusat kota seperti Braga, Kerkhoven lebih
senang membaca di depan rumahnya sambil mengawasi para pekerja perkebunan. Terkadang
ia berkeliling perkebunan dan menikmati udara segar di areal perkebunan yang
hijau. Bahkan, tak sedikit pekerjanya yang menyebut Kerkhoven adalah tuan tanah
yang pendiam dan tidak berlagak juragan.
Jenny Bisschop |
Kerkhoven kemudian menikah dengan seorang gadis Belanda yang
cantik bernama Jenny Henriette Roosegaarde Bisschop, yang merupakan cicit dari
Daendels. Mereka menikah tahun 1878 dan dikarunia lima orang anak, yaitu Rudolf
Albert Kerkhoven, Eduard Silvester Kerkhoven, Emilius Hubertus Kerkhoven, Karel
Felix Kerkhoven dan Bertha Elisabeth Kerkhoven. Kerkhoven pun mempersembahkan
perkebunan ini sebagai bukti cintanya untuk Jenny. Sayangnya, semua ini seolah
tidak berarti bagi Jenny yang ternyata tidak betah tinggal di daerah
pegunungan. Ia lebih suka tinggal di kota besar dengan segala fasilitas dan
kemudahan lainnya. Terlebih, di awal-awal pengelolaan perkebunan Gambung,
kehidupan Kerkhoven masih pas-pasan. Hal ini pun seolah menjadi bom waktu,
karena Jenny menyimpan ketidakbahagiaan tinggal di Gambung bersama Kerkhoven.
Akhirnya, bom waktu itu meledak di tahun 1907, dimana Jenny
ditemukan meninggal, setelah menonton pacuan kuda di Tegallega. Hasil
pemeriksaan dokter mengatakan, ia mengalami gangguan saraf. Namun, pembantunya,
Babu Engko memberi kesaksian lain. Menurutnya, Jenny meninggal setelah ia
menenggak racun. Kerkhoven bersedih dan merasa terpuruk setelah ditinggalkan
istri tercnta. Ia pun harus mengasuh kelima anaknya yang mulai beranjak dewasa.
Padahal, saat itu usaha Kerkhoven sudah mengalami kemajuan dan menjadi
penghasil teh dan kina terbaik yang dikirim ke Eropa.
Tahun 1918, R.E. Kerkhoven meninggal di usia 69 tahun. Ia pun
dimakamkan di dekat areal perkebunannya, di Gambung bersebelahan dengan kuburan
istrinya, Jenny. Sementara semua anaknya tidak ada yang meneruskan usaha
perkebunan teh dan memilih tinggal di
Belanda.
Kini, Gambung tetap
menghasilkan teh dengan kualitas baik, dan sudah diakuisisi pemerintah
Indonesia, sejak masa kemerdekaan. Di wilayah ini berdiri Pabrik Teh hijau dan
Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung. Perkebunan dan Pabrik Teh Hijau Gambung |
No comments:
Post a Comment